10 tahun lagi rumah adat karo tinggal kenangan

Menunggu Kehancuran
Menunggu Kehancuran
Salah satu karya tradisi yang mempertegas bahwa rumah tidak sekedar menonjolkan efisiensi fungsi ruang tapi juga tempat menumbuhkan nilai2 salah satunya kebersamaan salah satu nilai yang kuat dipancangkan di rumah adat Karo Rumah Adat Karo merupakan simbol kebersamaan masyarakat Karo itu sendiri.

Bangunan rumah Tradisional Karo memiliki dua belas, delapan, enam dan empat keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteram. Rumah warisan budaya Karo berusia ratusan tahun dan terdapat di sejumlah desa di Kabupaten Karo, termasuk di Desa Lingga.
Bahan bangunan rumah tradisionil ini dari kayu bulat, papan, bambu dan beratap ijuk tanpa menggunakan paku yang dikerjakan tenaga arsitektur masa lalu. Rumah adat karo memiliki dua pintu, yang letaknya di bagian depan dan yang satunya lagi di belakang. Jumlah jendela-nya ada delapan. Empat ada di samping kiri dan kanan.

Dan empatnya lagi ada di bagian depan dan belakang. Organisasi rumah adat ini berpola “linier” karena ruangan-nya menunjukkan bentuk garis. Pada beberapa bagian rumah terdapat relief yang dicat dengan warna merah, putih, kuning, hitam dan biru. Bangunan-bangunan itu berbentukkhusus yang melambangkan sifat-sifat khas dan suku Karo.

Keunikan dari rumah adat karo dibandingkan dengan rumah adat lainnya yang ada di Sumatera adalah pada atapnya. Atap rumah adat karo bertingkat dua dan pada kedua ujung atap terdapat tanduk kerbau.

kondisi rumah peninggalan nenek moyang karo tersebut sangat memprihatinkan. Di Desa Lingga terdapat sekitar 28 rumah adat. Kini tinggal 2 buah lagi yang layak huni--rumah Gerga (Raja) dan rumah Blang ayo. Sekitar 5 rumah adat disana berdiri miring dan hampir rubuh. Sedangkan rumah adaat lainnya telah rubuh.

Menurut Tokoh Masyarakat Lingga : Tersek Ginting didampingi Sekretaris Desa : Lotta Sinulingga, pernah ada upaya yang dilakukan untuk merehabilitasi rumah adat melalui pihak pemerintah dan swasta tapi sampai saat ini belum terealisasi.

Ada juga pernah membantu tapi belum mencukupi. Biaya rehabilitasi rumah adat di Lingga memerlukan dana sekitar 2, 5 Miliar.

“Kami berharap dana rehabilitasi rumah adat Lingga dianggarkan dalam APBD Karo, pinta Ginting dan Sinulingga di Balai Desa Lingga bersamaan dengan aksi keprihatinan DPK MPI (Masyarakat Pancasila Indonesia) Karo terhadap kondisi rumah adat Lingga yang dipimpin Ketua : Karya Tarigan didampingi Wakil Sekretaris : Jupianus Sitepu dan pengurus lainnya : Edi Surbakti.

Dilanjutkan Tersek Ginting, Lingga merupakan salah satu daerah tujuan wisata, Sumut yang juga memiliki Lumbung Padi, Lesung Antik dan Geriten ( bangunan tempat menyimpan tengkorak sanak keluarga yang telah meninggal).
Dalam kesempatan ini ia mengajak pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat memberikan kepedulian pada pelestarian rumah adat di Lingga maupun di desa lain yang ada di Tanah Karo. Karena kalau tidak dilestarikan maka sekitar 10 tahun lagi rumah adat karo tinggal kenangan . . .

No comments:

Post a Comment